Tuesday, November 20, 2012

Sejarah Singkat Pahlawan Indonesia - Teungku Cik Di Tiro


Biografi Pahlawan Nasional :Teungku Cik Di Tiro

Lahir : Pidie, 1836
Wafat : Benteng, Aneuk Galong, Januari 1891
Makam : Indrapura, Aceh

Sejak kecil Teungku Cik Di Tiro yang bernama asli Muhammad Saman telah terbiasa tinggal dan hidup di lingkungan pesantren. Disitu ia banyak menimba ilmu dari beberapa ulama terkenal di Aceh. Setelah merasa cukup berguru, Muhammad Saman lalu menunaikan ibadah haji di Mekkah dan sekembalinya dari Kota Mekkah, Muhammad Saman menjadi guru agama di Tiro Sehingga ia lalu dikenal dengan nama Teungku Cik Di Tiro.

Tahun 1873, Muhammad Saman melakukan perlawanan kepada VOC Belanda yang bermaksud memasukkan daerah Aceh ke dalam wilayah jajahannya. Bahkan pada tahun 1873 dalam peperangan yang hebat, Panglima Perang Belanda, Mayor Jenderal JHR Kohler tewas terbunuh dalam perang tersebut.

Hal itu membuat Belanda marah besar dan mengirimkan pasukan dalam jumlah yang besar dan kuat untuk memerangi Aceh. Pasukan Marsose belanda menyisir semua daerah Aceh untuk menangkapi pejuang-pejuang Aceh sekaligus mempersempit ruang gerak pahlawan-pahlawan Aceh ini.


Namun hal itu malah membuat Aceh semakin kuat, terbukti dengan direbutnya benteng-benteng Belanda satu per satu mulai dari Benteng Indrapuri, hingga Benteng Lambaro dan Benteng Aneuk Galong. Satu-satunya pertahanan belanda Cuma di wiayah Banda Aceh.

Tentu saja Belanda memikirkan cara lain yang licik untuk bisa melumpuhkan Teungku CIk Di Tiro yang menjadi pemegang kunci perjuangan rakyat Aceh. Akhirnya cara licik dipakai Belanda.
Cik Di Tiro diracun melalui makanan yang dibawa oleh kaki tangan Belanda dan meninggal pada bulan Januari 1891.

Atas jasa-jasanya Muhammad Saman alias Teungku Cik Di Tiro diangkat Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI.

Sejarah Singkat Pahlawan Indonesia - Teungku Cik Di Tiro


Biografi Pahlawan Nasional :Teungku Cik Di Tiro

Lahir : Pidie, 1836
Wafat : Benteng, Aneuk Galong, Januari 1891
Makam : Indrapura, Aceh

Sejak kecil Teungku Cik Di Tiro yang bernama asli Muhammad Saman telah terbiasa tinggal dan hidup di lingkungan pesantren. Disitu ia banyak menimba ilmu dari beberapa ulama terkenal di Aceh. Setelah merasa cukup berguru, Muhammad Saman lalu menunaikan ibadah haji di Mekkah dan sekembalinya dari Kota Mekkah, Muhammad Saman menjadi guru agama di Tiro Sehingga ia lalu dikenal dengan nama Teungku Cik Di Tiro.

Tahun 1873, Muhammad Saman melakukan perlawanan kepada VOC Belanda yang bermaksud memasukkan daerah Aceh ke dalam wilayah jajahannya. Bahkan pada tahun 1873 dalam peperangan yang hebat, Panglima Perang Belanda, Mayor Jenderal JHR Kohler tewas terbunuh dalam perang tersebut.

Hal itu membuat Belanda marah besar dan mengirimkan pasukan dalam jumlah yang besar dan kuat untuk memerangi Aceh. Pasukan Marsose belanda menyisir semua daerah Aceh untuk menangkapi pejuang-pejuang Aceh sekaligus mempersempit ruang gerak pahlawan-pahlawan Aceh ini.


Namun hal itu malah membuat Aceh semakin kuat, terbukti dengan direbutnya benteng-benteng Belanda satu per satu mulai dari Benteng Indrapuri, hingga Benteng Lambaro dan Benteng Aneuk Galong. Satu-satunya pertahanan belanda Cuma di wiayah Banda Aceh.

Tentu saja Belanda memikirkan cara lain yang licik untuk bisa melumpuhkan Teungku CIk Di Tiro yang menjadi pemegang kunci perjuangan rakyat Aceh. Akhirnya cara licik dipakai Belanda.
Cik Di Tiro diracun melalui makanan yang dibawa oleh kaki tangan Belanda dan meninggal pada bulan Januari 1891.

Atas jasa-jasanya Muhammad Saman alias Teungku Cik Di Tiro diangkat Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI.

Sejarah Singkat Pahlawan Indonesia - Tuanku Imam Bonjol


Biografi Pahlawan Nasional : Tuanku Imam Bonjol



Lahir : Tanjung Bunga, Pasaman, Sumatera Barat 1772
Wafat : Manado, Sulawesi Utara, 8 November 1864
Makam : Lotan, Manado

Nama sesungguhnya adalah Muhammad Syahab. Semasa remaja , ia biasa dipanggil dengan nama Peto Syarif. Setelah menuntut ilmu agama di Aceh (1800-1802), ia mendapat gelar Malim basa. Tahun 1803, Malim Basa kembali ke Minangkabau dan belajar pada Tuanku Nan Renceh. Ia adalah murid kesayangan dari Tuanku Nan Renceh.Malim basa banyak mendapat pelajaran ilmu perang dari Tuanku Nan Renceh.
Tahun 1807 Malim basa mendirikan Benteng di kaki bukit Tajadi yang kemudian diberi nama Imam Bonjol. Sejak saat itu ia dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol.

Pada waktu itu di Minangkabau, sedang terjadi pertentangan yang hebat antara kaum Paderi (kaum agama) dengan kamu adat. Pada awalnya, pertentangan ini hanya melibatkan kaum adat dan kaum paderi saja. Tapi karena kedudukan kaum adat semakin terdesak, Kaum adat lalu meminta bantuan kepada Belanda.

Sejak saat itu pulalah, Belanda ikut campur dalam pertentangan di Minangkabau. Lalu Belanda mulai mendirikan benten di Batu Sangkar dan di Bukit Tinggi untuk memperkuat kedudukannya. Tuanku Imam Bonjol memliki banyak pengikut yang membuat Belanda kewalahan.

Apalagi pada saat yang bersamaan, Belanda juga terdesak dengan Perang Diponegoro sehingga Belanda merasa perlu “berdamai sementara” dengan kaum paderi untuk mengalihkan kekuatan di Pulau Jawa menghadapi Perang Diponegoro.


Setelah berakhirnya perang Diponegoro, Belanda kembali menyerang Markas-markas Tuanku Imam Bonjol. Namun Tuanku Imam Bonjol adalah panglima perang yang handal sehingga membuat Belanda harus mengerahkan bantuan tambahan dan siasat-siasat licik.

Sehingga untuk menangkap Tuanku Imam Bonjol, Belanda menggunakan cara-cara kotor dengan cara mengajak berunding di seikitar Bukit Gadang dan Tujuh Lurah. Dan disitu pulalah Tuanku Imam Bonjol ditangkap pada tanggal 25 Oktober 1937.

Tuanku Imam Bonjol lalu ditawan di Bukit Tinggi lalu diasingkan dari Cianjur lalu ke Ambon dan terakhir di Manado. Tuanku Imam Bonjol akhirnya wafat di Manado pada tanggal 8 November 1864.
Pemerintah lalu menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepadanya berdasarkan SK Presiden RI No 087/TK/1973

Sejarah Singkat Pahlawan Indonesia - Sri Sultan Hamengku Buwono IX



Biografi Pahlawan nasional : Sri Sultan Hamengku Buwono IX



Lahir : Yogyakarta, 12 April 1912
Wafat : Amerika Serikat, 3 Oktober 1988
Makam : Imogiri. Yogyakarta

Ia adalah raja Yogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sampeyan Dalem Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panata Gama yang dinobatkan pada bulan 1940. Kerajaan Yogyakarta waktu itu adalah bagian dari Hindia Belanda dan tunduk pada peraturan-peraturan yang dibuat oleh Belanda.

Sri Sultan yang memiliki nama kecil Gusti Raden Mas dorodjatun adalah seorang yang berpendirian teas dan nasionalis sejati. Dua hari setelah Proklamasi Sri Sultan mengirimkan telegram ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta dan menyatakan bahwa kerajaan Yogyakarta adalahbagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini kemudian diikuti oleh raka-raja Surakarta yakni Paku Alaman dan Mangunegaran pada tanggal 1 September 1945.

Meski ia seorang raja, dengan jiwa besar Sri Sultan menerima dengan ikhlas dan tanpa pamrih menerima jabatan sebagai Menteri Negara demi kepentingan rakyat banyak. Yogyakarta kemudian ditetapkan sebagai ibukota Negara dengn pertimbangan keamanannya lebih baik daripada di Jakarta.


Tanggal 27 Desember 1949, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dipercaya untuk memimpin Delegasi RI pada saat serah terima kedaulatan RI dari Belanda di Indonesia. Serah terima ini juga dilakukan di Den Haag, Belanda dengan Mohammad Hatta sebagai ketua delegasi RI

Sri Sultan juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Pemerintahan, Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir dan terakhir Wakil Presiden RI hasil pemilu 1971.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah melalui SK Presiden RI No 053/TK/1990.

Saturday, November 3, 2012

Lambang Negara Republik Indonesia



Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk burung garuda yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno.

Deskripsi dan arti filosofi


* Garuda Pancasila sendiri adalah lambang berupa burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno yaitu burung yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.


* Perisai adalah tameng yang telah dikenal lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.


* Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


* Garuda dengan perisai memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan.


* Garuda memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45 yang merupakan lambang tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan waktu pengumandangan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.


* Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukis
kan katulistiwa yang merupakan garis untuk melambangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa.

* Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut[1]:
1. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima[2];


2. Dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai[3];


3. Dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai[4];
4. Dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng[5] di bagian kanan atas perisai[6]; dan


5. Dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai.

Beberapa aturan


Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958 [7]

Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:


1. Warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai;
2. Warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
3. Warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
4. Warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
5. Warna alam untuk seluruh gambar lambang.

Lambang Negara wajib digunakan di:


1. Dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan;
2. Luar gedung atau kantor;
3. Lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara;
4. Paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah;
5. Uang logam dan uang kertas; atau
6. Materai.

Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:


1. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan
2. Gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara.

Setiap orang dilarang:


1. Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
2. Menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
3. Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
4. Menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.